Berita Terbaru :

Selasa, 29 Maret 2011

Penanggalan atau Pembagian Waktu Versi Batak Toba

Sejak zaman dahulu orang batak sudah mengetahui perjalanan bulan dan bintang setiap harinya. Parhalaan Batak adalah cerminan Panenabolon (hukum alam) terhadap setiap manusia. Apa yang akan terjadi besok, kelak menjadi apa anak yang baru lahirkan , bagaimana nasib seseorang, barang hilang serta langkah yang baik bagi orang Batak sudah merupakan kebiasaan pada zaman dahulu kala demikian halnya dalam mengadakan pesta ritual segalanya lebih dahulu membuka Buku Parhalaan (Buku Perbintangan).

Kembali kepada Mithologi Siboru Deakparujar bahwa saudara kembar dari debata Sorisohaliapan adalah Tuan Dihurmijati yang disebut juga Panenabolon. Panenabolon dalam buku ini disebut Hukum Alam, dengan tanda yaitu cahaya ufuk yang mulai nampak pada hari senja dan malam hari. Panenabolon menurut mithologi berdiam diri tiga-tiga bulan pada satu desa, setelah itu berpindah ke desa yang lain. Menurut pengetahuan modern, bahwa perpindahan itu adalah gambaran peredaran matahari, tiga bulan dari khatulistiwa ke utara, kemudian tiga bulan dari Utara ke khatulistiwa dan kemudian dari khatulistiwa tiga bulan ke selatan dan seterusnya tiga bulan juga kembali ke khatulistiwa.

Demikian seterusnya Panenabolon berjalan dan di dalam buku disebut peredaran alam raya. Jalan pikiran yang terdapat pada mithologi Siboru Deakparujar tersebut adalah pengetahuan waktu tentang peredaran alam raya. Perjalanan Panenabolon menjadi sumber pengetahuan Batak Toba mengenai waktu, baru diperkaya kemudian dengan memperhatikan perbintangan dan bulan serta arah mata angin.
 
Memperlihatkan Panenabolon yang menjadi sumber peredaran matahari, peredaran bintang, peredaran bulan dan arah angin, maka tumbuh ilmu pengetahuan alam tentang waktu yang disebut  Parhalaan, baik mengenai tahun, bulan, dan hari, maupun mengenai pembagian waktu satu hari satu malam dan istilah-istilah untuk itu. hubungan pembagian waktu ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia yang bersifat ritual. Ilmu Nujum inilah yang menjadi Pola Umum berpikir Batak Toba saat itu. Yang membuat terbenamnya pola Umum berpikir itu sehingga pandangan Batak Toba mengenai waktu bergeser dari nilai yang semula bernilai positif, berobah menjadi ilmu meramal nasib manusia.
 
Sejak mithologi Siboru Deakparujar suku batak pada umumnya sangat gemar memperhatikan Panenabolon-cahaya ufuk yang nampak sejak senja sampai malam hari. Mengamati perjalanan Panenabolon membandingkan dengan tempat bintang-bintang di malam hari serta membandingkan pula dengan peredaran bulan dan matahari dan keadaan angin pada satu-satu waktu maka orang Batak membagi waktu.
 
Dari hasil pengamatan dan pengalaman itu, dapat diketahui bahwa peredaran alam raya ada kaitannya dengan kehidupan, baik mengenai kehidupan manusia maupun kehidupan alami. Artinya bahwa hukum alam ada kaitannya dengan alam ini. Baik mengenai kehidupan manusia maupun kehidupan alami. Artinya bahwa hukum alam ada kaitannya dengan alam ini, baik terhadap alam manusia dan hewani maupun terhadap alam tumbuh-tumbuhan. Oleh sebab itu Panenabolon dan perbintangan serta peredaran bulan dan matahari itu menentukan arah mata angin sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, maka pengamatan untuk semua itu adalah paling utama pada kegiatan sehari-hari.
 
Agar mereka dapat mengetahui kegiatan apa yang hendak dilakukan setiap hari pada waktu yang tepat. Maka para cerdik pandai batak itu membagi waktu pada keadaan yang tepat. Jika orang barat dalam hal ini yunani terutama Romawi mentransfer peredaran alam raya itu dengan teknik pengetahuan alam sebagai titik tolak pembuatan jam, maka orang batak masih terbenam pada pola umum, belum mampu mentransfer peredaran itu dengan teknik ilmu alam. Artinya, bahwa pembagian waktu itu masih tetap berdasarkan penglihatan atau pengamatan mata. Dari hasil pikiran dan pengamatan mereka dapat diketahui tentang pembagian waktu yang ditulis pada Bulu Parhalaan, Holi Parhalaan dan Pustaha Parhalaan seperti berikut ini.
 
 
 
Partaonan adalah pengetahuan akan tahun. Tahun Batak tidak diketahui berapa jumlahnya. Mungkin tidak ada satu peristiwa yang besar yang dialami suku batak yang menjadi titik tolak permulaan tahun. Atau jumlah tahun tidak perlu ada akibat dari pandangan tentang akhir zaman. Berdasarkan budaya spritual suku batak bahwa belum diketahui atau belum dijumpai tentang adanya akhir zaman. Yang ada adalah banua atas tempat orang-orang yang baik apabila sudah meninggal, Banua Tonga tempat atau dihuni seperti kehidupan sekarang ini dan Banua Toru adalah tempat atau dihuni orang-orang yang meninggal yang perbuatannya tidak baik.
 
Belum diketahui atau belum dijumpai pada budaya batak tentang akhir dari alam raya. akibat dari pandangan itu, mungkin pemikiran orang batak pembentuk gagasan itu, tidak perlu diadakan penarikan tahun batak. Yang paling utama pada mereka adalah masa depan yang lebih baik bagi generasi mereka. Maka perlu perbaikan berkelanjutan tentang pengamatan waktu untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dan inilah yang masih dihayati suku batak bahwa anaknya adalah harta yang paling berharga baginya. Pertarikhan tahun batak belum diketahui, tetapi jumlah hari dan bulan pada setiap tahun ada pertambahan. Misalnya pada setiap enam tahun peredaran, ada bulan ketigabelas untuk menyesuaikan kepada tempat semula bintang-bintang di langit dimana bintang-bintang itu kembali ke tempat semula.
 
 
 
Sada taon artinya setahun, Tahun Batak terdiri dari duabelas bulan yang disebut sipaha maka nama-nama bulan batak itu dalam hal ini Batak Toba adalah :
  1. Sipaha sada adalah bulan pertama
  2. Sipaha dua adalah bulan kedua
  3. Sipaha tolu adalah bulan ketiga
  4. Sipaha opat adalah bulan keempat
  5. Sipaha lima adalah bulan kelima
  6. Sipaha onom adalah bulan keenam
  7. Sipaha pitu adalah bulan ketujuh
  8. Sipaha ualu adalah bulan kedelapan
  9. Sipaha sia adalah bulan kesembilan
  10. Sipaha sampulu adalah bulan kesepuluh
  11. Li adalah bulan kesebelas
  12. Hurung adalah bulan keduabelas
Permulaan tahun disebut sada kira-kira antara bulan maret dan april, bulan masehi dan akhir tahun disebut hurung kira-kira bulan antara februari dan maret bulan masehi.
 
Setiap bulan atau Sipaha terdiri antara 28 hari dan 30 hari dan nama-namanya seperti barikut ini :
  1. Artia
  2. Suma
  3. Anggara
  4. Muda
  5. Boraspati
  6. Singkora
  7. Samisara
  8. Antian ni aek
  9. Sumani mangadap
  10. Anggara sampulu
  11. Muda ni mangadap
  12. Boraspati ni tangkok
  13. Singkora purnama
  14. Samisara purnama
  15. Tula
  16. Suma ni holom
  17. Anggara ni holom
  18. Muda ni holom
  19. Boraspati ni holom
  20. Singkora mora turun
  21. Samisara Mora turun
  22. Antian ni anggara
  23. Suma ni mate
  24. Anggara ni begu
  25. Muda ni mate
  26. Boraspati na gok
  27. Singkora duduk
  28. Samisara bulan mate
  29. Hurung
  30. Ringkar
Hari pertama disebut artia hari terakhir dinamai ringkar. Jika diperhatikan nama-nama hari diatas, bahwa setiap tujuh hari ada perulangan nama artia. Hari pertama antiani aek hari kedelapan, tula hari kelimabelas dan antian ni anggara hari kedua puluh dua. Demikian pula samisara hari ketujuh, samisara purnama, hari keempat belas, samisara mora turun, hari kedua puluh satu, samisara bulan mate hari keduapuluh delapan, maka dapat diketahui bahwa setiap tujuh hari bulan, ada perobahan pada peredarannya. Sebagaimana diketahui bahwa nama-nama hari Batak adalah berdasarkan peredaran bulan. Untuk menyesuaikan nama bulan dan tempat semula perbintangan maka ada hari tambahan yaitu hari hurung hari kedua puluh sembilan dan ringkar hari ketiga puluh Batak Toba untuk mengetahui pandangannya tentang waktu.
 
 
 
Dari pengamatan peredaran matahari Batak Toba mengetahui apa arti sada ari sada borngin antara terbit dan terbenam disebut arian atau siang. Demikian pula halnya antara matahari terbenam dan kemudian terbit disebut borngin. Jadi pengertian arian-borngin adalah sada ari-sada borngin dan terbagi lima waktu yaitu : 
  1. Sogot = antara jam 05.00 Wib dan 07.00 Wib
  2. Pangului atau Pangulihi = antara jam 07.00 Wib dan jam 1.00 Wib
  3. Hos = antara jam 11.00 Wib dan jam 13.00 Wib
  4. Guling = antara jam 13.00 Wib dan jam 17.00 Wib
  5. Bot = antara jam 17.00 Wib dan jam 18.00 Wib
Pembagian waktu siang dan malam adalah sama seperti yang disebutkan di muka. Pembagian atas lima waktu masih dibagi atas penglihatan terhadap keadaan matahari dan kedalam alam pada malam hari sebelum matahari berikutnya terbit.
  1. Binsar mata ni ari : sekitar jam 6 pagi
  2. Pangului : sekitar jam 7 pagi
  3. Turba : sekitar jam 8 pagi
  4. Pangguit raja : sekitar jam 9 pagi
  5. Sagang ari : sekitar jam 10 siang
  6. Huma na hos : sekitar jam 11 siang
  7. Hos atau tonga ari : sekitar jam 12 siang
  8. Guling : sekitar jam 13 siang
  9. Guling dao : sekitar jam 14 sore
  10. Tolu gala : sekitar jam 15 sore
  11. Dua sagala : sekitar jam 16 sore
  12. Sagala : sekitar jam 17 sore
  13. Sundut atau mate mataniari : sekitar jam 18 sore
  14. Samon : sekitar jam 19 malam
  15. Hatiha mangan : sekitar jam 20 malam
  16. Tungkap hudon : sekitar jam 21 malam
  17. Sampe modom : sekitar jam 22 malam
  18. Sampe modom na bagas : sekitar jam 23 malam
  19. Tonga borngin : sekitar jam 24 malam
  20. Haroro ni panangko : sekitar jam 1 malam
  21. Tahuak manuk sahali : sekitar jam 2 malam
  22. Tahuak manuk dua hali : sekitar jam 3 malam
  23. Buhabuha ijuk : sekitar jam 4 pagi
  24. Andos torang atau torang ari : sekitar jam 5 pagi
Pengamatan terbit dan terbenam matahari dan memperhatikan letak bintang-bintang di langit serta mengemati cahaya ufuk Panenabolon dan membandingkannya dengan keadaan angin dan cuaca orang Batak membagi arah mata angin yang disebut Desa na ualu.

Desa Na Ualu adalah delapan arah mata angin yaitu :
  1. Purba sama dengan timur
  2. Anggoni sama dengan tenggara
  3. Dangsina sama dengan selatan
  4. Nariti sama dengan barat daya
  5. Pastima sama dengan barat
  6. Manabia sama dengan barat laut
  7. Utara sama dengan utara
  8. Irisanna sama dengan timur laut
 

1 comments:

Mohon tinggalkan komentar terbaik anda, kiranya dapat membatu untuk membangun blogsite ini !

Simamora Debataraja