Berita Terbaru :

Kamis, 31 Maret 2011

Simamora Naoto (Simamora Nan Bodoh)

Setelah Simamora menikah dengan putri hula-hula Lubis dari kampung Bakara Pardolok Julu. Mertuanya sangat merasa senang melihat tingkah laku dan kegantengannya. Mertuanya itu sangat segan menyuruh menantunya Simamora mencangkol ke ladang makanya dia menyuruh menantunya tersebut supaya berjualan. Kalau boleh beginilah hela Simamora seperti yang saya lihat tidak ada bakatmu untuk berladangakan lebih baik kalau kamu berdagang saja, katanya. Betulnya itu apa yang bapak bilang pak tetapi saya tidak punya modal, katanya. Kalau masalah modal adanya itu nanti hela, hanya yang ingin saya sampaikan “ kalau berdagang kita perlu mengingat pesan dari orang tua kita, hemat pangkal kaya, kata mertuanya”. Tambahnya itu hela kadang-kadang dagangan kita laris perlu diingat “modalnya harus kembali” cepat terjual itulah perputarannya dan cepat terjual itulah untungnya, kata mertuanya lagi. Simamorapun selalu berpikir apa yang hendak dia jual ke pekan yang modalnya bisa cepat kembali dan apa yang disukai pembeli.

Tiba saatnya hari pekan hatinya sangat senang karena dia sudah tahu apa yang bisa di jual supaya modalnya cepat kembali. Diapun meminta modal kepada mertuanya kemudian dibelikannya jagung. Dimasukkan semua jagung yang telah dibelinya ke dalam perahu,  setelah perahunya penuh diapun berangkat ke pekan diseberang kampungnya tersebut. Setelah sampai di pekan maka pembelipun datang dan menanyakan kepadanya berapa harga jagung itu.
  • Pembeli :O….. lae berapa satu buah jagung kalian ini?
  • Simamora : harganya lae sangat murah pangkalnya sajalah asal kembali, katanya. 
  • Pembeli : saling melirik satu satu sama lainnya, mereka menanyakan kembali untuk memperjelas, berapanya harganya? katakanlah lae...! 
  • Simamora : Pangkalnya sajalah asal kembali.............. 
  • Pembeli : Pembeli itupun berebutan mengambil jagung tersebut dan semua pembeli tersebut melepas bijinya  dari pangkal jagung yang mereka ambil. Setelah mereka selesai melepas biji jagung masing-masing maka mereka mengembalikan pangkal jagung tersebut dan berkata : inilah lae hasil jual jagungmu, katanya. Dan para pembeli itupun pulang ke rumah masing-masing dengan senang hati karena mereka merasa bahwa berapa besar keuntungan yang mereka dapatkan. 
Setelah Simamora sampai di rumah diapun langsung menyerahkan hasil jualan tersebut kepada mertuanya. Betapa terkejutnya mertuanya melihat helanya itu dan bertanya : untuk apa kamu membawa pangkal jagung ini hela? itu tidak perlu buat kita, uang hasil penjualan jagung itulah yang perlu sama kita, kata mertuanya. Dan diapun menjawab "kan bapak yang bilang sama saya pangkalnya saja asal pulang jadi pangkalnyalah yang saya bawa kalau uangnya masih tinggal sama mereka". 
Jadi karena menantunya itu mengatakan uangnya masih tinggal sama pembelinya, maka mertuanya memberangkatkan menantunya itu kembali berjualan di minggu yang berikutnya pada waktu pekan buka di sana. Diberikanyalah modal dan diapun membelanjakan uang tersebut untuk membeli padi sampai perahunya penuh lalu dia berangkat. Setelah sampai Simamora di tepi pasir mereka langsung bertanya apa yang dibawa Simamora dalam perahunya itu. 
  • Pembeli : O…… lae apa yang kamu bawa itu ?
  • Simamora : Padinya ini lae, katanya. 
  • Pembeli : Merekapun berlomba-lomba menanyakan kepada Simamora berapa harga padi tersebut satu kaleng?. 
  • Simamora : “Tidak usah di beli pake uang lae, cukuplah setelah kalian setelah selesai menumbuknya maka harus baliklah tumbukan kulit padi dan dedaknya semua sama saya. 
  • Pembeli : mereka menarik secara berebutan untuk mereka sendiri dan mereka langsung mencari lesung supaya mereka bisa menumbuk padi tersebut disitu. Jadi setelah selesai mereka menumbuk padi yang dimintaknya itu, mereka langsung memulangkan dedak dan kulit padinya itu kepada Simamora, dan mereka semua mengucapkan terima kasih dan berkata lagi : o…. lae Simamora datanglah kamu kembali kalau pekan buka minggu depan supaya kami membeli barang dagangan yang kamu jual, katanya.
Pulanglah semua pembeli itu ke rumah masing-masing dengan senang hati sambil berbincang-bincang, kalau pekan buka datanglah kita kemari supaya sama-sama menunggu dia di sini karena cuma untungnya yang dia antarkan kepada kita, saya rasa dia orang bodoh, katanya. Setelah terkumpul semua kulit padi dan dedaknya maka dimasukkanyalah ke dalam perahunya lalu dia pulang ke rumah mertuanya marga Lubis itu. Setelah dia sampai di kampung mertuapun langsung menyambut sambil bertanya : 
  • Mertua : Bagaimana hela larisnya jualmu itu? Apakah kamu beruntung? 
  • Simamora : Kalau jualanku itu larisnya amang akan tetapi uangnya tetap masih ku tinggalkan di sana cuma kulit padi dan dedaknya saja yang saya bawa sekarang.
  • Mertua : Untuk apa kulit padi ini kamu bawa sementara uangnya tetap kamu tinggalkan.
  • Simamora : Masih terlalu sedikit saya bawa uang hasil penjualanku selama ini, sekalian membawalah dikemudian hari supaya lebih banyak. Saya bawapun kulit padi sama dedaknya ini untuk saya jadikan umpan untuk menangkap ikan dengan memakai bubu kata menantunya itu. 
  • Mertua : Mendengar jawaban menantunya itu mertuanya menjadi sedih karena sudah habis uang mertuanya dibuat menantunya Simamora akan tetapi untung tidak pernah dibawa ke rumah.
Pada masa hari pekan berturut-turut Simamora tidak pergi lagi jualan karena tidak ada lagi uang mertuanya untuk modal menantunya Simamora. Tetapi Simamora bertanya kepada mertuanya katanya:
  • Simamora : Bagaimanan Amang? Apakah saya tidak bisa lagi bapak berangkatkan untuk jualan lagi minggu depan ini? Supaya saya sekalian membawa uang kita, uang hasil penjualan saya selama ini?
  • Mertua : Tidak ada lagi uang kita hela! Apalah saya kasih modalmu?
  • Simamora :  Betulnya Amang itu!  Uang Amang sudah tak ada lagi akan tetapi setahu saya perhiasan emas Amang masih ada. Bagaimana kalau itu dulu saya pakai untuk kita jadikan modal saya. Yakinlah bapak kalau kali ini bisalah amang lihat keuntungan kita.
  • Mertua : Sebenarnya mertuanya sangat kuatir untuk memberikannya karena sudah dilihat menantunya selama ini, akan tetapi karena mertuanya itu sangat sayang kepada menantunya itu, maka dia berkata, “ seperti ininya menantuku, sebenarnya apa yang kamu katakan itu perhiasan emas kita masih ada, tetapi cuma itulah harta kita. Kalau nanti habis maka kita tidak akan punya harta lagi.
  • Simamora : Yakinlah amang..!!! Asalkan bapak kasih kali ini, maka keuntungan hasil penjualan jagung dan padi akan kubawa semua. 
Pada waktu pekan minggunya mertuanya pun memberikan emas itu kepada helanya walaupun mertuanya sangat khawatir. Setelah diminta perhiasan emas tersebut dari mertuanya, diambillah perahunya lalu dia mendayung akan tetapi tidak langsung kepekan, tetapi kepulau Simamora yang didekat tanah tupang. Setelah sampai di sana maka dia menghentikan perahunya. Dikumpulkannya batu yang bulat dan tidak terlalu besar. Lalu digosokkannya batu tersebut ke emas tulen yang diberikan mertuanya itu, maka batu tersebut kelihatan seperti emas. Setelah perahunya itu penuh diapun berangkat dan mendayungnya dengan cepat karena sudah menjelang sore hari pada waktu itu.

Betul sekali, menjelang dia mau sampai di tepi pasir dilihatnyalah sudah banyak orang menunggu kedatangannya. Itulah sifatnya, kalau sering mendapat keuntungan maka akan ketagihan tetapi otang yang mendapat kerugian pasti akan jera. Karena sudah terkabar bahwa Simamora yang bodoh di daerah itu, sesudah sampai di sana maka dia langsung ditanyai, 
  • Pembeli : Oi….. lae Simamora apalah sekarang yang kamu bawa itu?
  • Simamora : Batu campur serbuk emas ini ....!!!!
  • Pembeli : Berapa harganya ? katanya buru-buru. 
  • Simamora : Batu campur serbuk emas ini lae ! kalau soal harga kalian tanya saya tidak tahu membilangkannya, tapi kalau mau peraklah kalian kasih gantinya sama saya dan banyaknya sama seperti berat batu yang dicampur dengan serbuk emas ini. 
  • Pembeli : Mendengar itu orang banyak itupun saling berbisik-bisikan satu sama lain. seperti inilah itu, kita kumpulkan saja semua perak yang ada di kampung kita ini ganti batu yang dicampur dengan serbuk emasnya itu, karena sebenarnya itu semua emas, kata mereka semua.
Maka mereka berangkat ke rumah masing-masing untuk mengumpulkan perak yang ada di daerah tersebut dan membawanya kepada Simamora yang ada di tepi pasir. Kira-kira sudah sama berat perak yang mereka berikan dengan batu campur serbuk emas tadi maka mereka sepakat untuk saling bertukar barang lalu mereka pulang ke rumah masing-masing. Begitu senangnyalah penghuni kampung itu membawa batu yang dicampur dengan serbuk emas itu karena mereka pikir batu itu emas sungguhan. Karena bodohnya Simamora makanya dia mengatakan ini batu yang dicampur serbuk emas kata mereka dalam hati masing-masing. Begitu juga dengan Simamora, dia pulang ke kampung mertuanya dan setelah sampai di sana, mertuanya pun langsung datang menemui dia ke tepi pasir. Karena dalam hatinya, “apalah sekarang yang dibawa menantuku ini gantinya perhiasan emas yang aku berikan itu?”

“Inilah pak hasil penjualan jagung, padi dan emas yang bapak berikan itu sudah terkumpul semuanya disini semua. ”terkejutlah mertuanya karena dia tidak menyangka bisa sebegitu banyak untung/ laba menantunya itu. Maka mertuanya itupun tertawa karena senang hatinya melihat perak yang dibawa menantunya itu. Setelah mereka sampai di rumah maka mereka berbincang-bincang pada malam harinya. Lalu mertuanya berkata kepada Simamora ,” dapat upahnya orang yang capek hela!” sekarang sudah kamu bawa untung yang sangat besar sama kalianlah ini sebagian menantuku supaya ada modal kalian dan bekal hidup kalian bersama putriku.” Katanya. Senanglah hatinya melihat menantunya itu, dan Simamorapun juga ikut senang menerima upah yang diberikan mertuanya dan diapun pergi menuju rumahnya.

Akan tetapi kira-kira satu bulan kemudian para pembeli itu menuntut supaya mereka pergi ke Bakara, karena semua emas yang mereka beli itu luntur seperti batu biasa kelihatannya. Setelah mereka sepakat dan menetukan hari kapan mereka berangkat. maka merekapun berangkat dari kampung mereka ke Bakara karena Simamora pernah memberitahukan kepada mereka bahwa kampungnya di Bakara.

Setelah mereka sampai di kampung Bakkara, mereka dilihat Marbun dan Sinambela, heran dan bertanya-tanyalah mereka melihat semua orang yang datang itu karena semua membawa senjata masing-masing. Oleh karena itu ditanyalah mereka : “ Wahai bapak-bapak dan ibu-ibu kalian datang dari mana, dan apa yang terjadi supaya kalian datang kekampung kami ini dan semua kalian saya lihat membawa senjata masing-masing ?”

Jadi adalah seorang dari mereka menjawab dan berkata : “ Ada seorang pedagang yang datang ke kampung kami dari kampung kalian ini, karena kami sudah dibodoh-bodohi, dia bilang sama kami bahwa jualannya emas padahal tidak, batunya sebenarnya. Bukan hukum yang dibuatnya ini sama kami oleh karena itu tunjukkan kalianlah dulu dia sama kami supaya kami matikan !, katanya “. Terkejutlah mereka mendengar berita itu mereka pun saling bertanya dan saling mengingatkan siapa yang sebenarnya yang berjualan dari kampung mereka itu, maka ketahuanlah bahwa Simamora pedagang itu. Akan tetapi datanglah Marbun dan Sinambela mengatakan kepada mereka : Beginilah itu para raja kami, kalian raja kami juga raja tidak baik kita berbicara di tengah halaman ini ke rumah sajalah kita supaya di rumah saja kita bicara. Kami suruh pun orang memanggil pedagang yang kalian bilang itu” kata orang tua yang disitu kepada mereka yaitu raja adat dan pengetua adat serta raja bius yang di situ.

Merekapun masuk ke rumah kira-kira dua jam lamanya tibalah orang yang memanggil pedagang Simamora yang dari Dolok Bakara. Setelah mereka melihat bahwa Simamora sudah datang merekapun langsung ingin menyerang Simamora tetapi karena kuatnya orang banyak itu memisahkan orang itu makanya dia tidak jadi dimatikan. Setelah mereka duduk kembali dengan baik berbicaralah salah satu penatua adat yang yang ada di kampung itu dan berkata : Begini Simamora, tamu kita datang dari seberang ke kampung kita ini untuk mencarimu. Mereka bilang kamu telah menipu mererka di hari-hari yang sudah lewat. Kamu bilang, katanya kepada mereka bahwa jualanmu itu emas padahal batunya sesungguhnya. 
Nah, sekarang kamu jelaskanlah kepada mereka apa yang sebenarnya dan supaya kami mengetahui selaku kami penatua adat dapat mempertimbangkan dan menjatuhkan hukum kepada orang yang bersalah, katanya.
  • Simamora : Betulnya itu Raja kami, bahwa aku berjualan ke kampung mereka yang pertama saya membawa jagung, lalu mereka menyayakan berapa harganya, saya bilang pangkalnya saja asal pulang merekapun langsung melepas biji-biji jagung itu dari pangkalnya setelah itu mereka mengembalikan pangkal jagung tersebut kepadaku. 
  • Pentua adat : O……. begitu rupanya ya..., coba jelaskan dulu Simamora bagaimana ceritanya lagi ?
  • Simamora : Yang kedua kalinya saya membawa padi, merekapun menyayakan harganya dan pada waktu itu saya katakan kepada mereka kulit padi sama dedaknya sajalah asal kembali, merekapun membuat seperti itu dan sayapun menerimanya. Begitu juga dengan yang terahir kalianya saya membawa batu yang dicampur dengan serbuk emas, merekapun bertanya apa jualanku, jelas-jelasnya saya beritahukan kepada mereka apa jualan ku raja yaitu batu campur serbuk emas, ininya mereka, sumpah saya tidak berbohong. Kalau harganya bagaimana kata mereka lalu saya katakan pada waktu itu peraklah kalian berikan pada saya sama seperti berat batu campur serbuk emas yang saya bawa ini, saya katakan pada waktu itu pada mereka. Merekapun berebutan peraknya masing-masing kepada saya seperti berat batu campur serbuk emas yang mereka ambil dari saya. Merekapun kelihatanya sangat senang sekali. Saya tidak tahu bahwa mereka beranggapan jualanku itu emas sungguhan karena berkilau-kilau kelihatannya pada waktu itu. Kalau masalah emas yang kubawa itu raja kami sumpah raja kami saya tidak membilang seperti itu, ininya mereka.......
  • Pendatang : semua datang itu saling melihat satu sama lain, karena begitu benar semua apa yang dikatakan Simamora karena mereka yang beranggapan bahwa jualan Simamora untuk emas sungguhan, karena mereka selalu mengingat jagung yang dijual Simamora cukup hanya pangkalnya saja asal kembali, begitu juga dengan padi cukupnya hanya kulit padi dan dedaknya kembali, begitu juga dengan yang terakhir ini karena mereka berharap orang bodoh Simamora makanya dia katakan batu campur emas jualannya. 
  • Penatua adat : Kalian yang datang dari seberang sekarang sudah jelas kalian dengar seperti apa keterangan dari Simamora. Bagaimana menurut kalian benarnya apa yang dikatakan Simamora ini, bahwa batu campur serbuk emas jualannya?. 
  • Pendatang : Benarnya itu para raja kami yang dikatakannya itu karena kami lihatnya berkilau-kilau batu tersebut makanya kami tidak percaya bahwa itu batu campur serbuk emas. 
  • Penetua adat : Kalau begitu kalian yang datang dari seberang sana yang bersalah di sini bukan Simamora. Kalian pikir emas walaupun sudah diberitahukan Simamora bahwa jualannya itu batu campur serbuk emas kepada kalian. Oleh karena itu adat dan hukum mengatakan bahwa Simamora tidak bersalah.
  • Pendatang : para pendatang itu terdiam, karena merekanya yang berharap bahwa jualan Simamora emas sungguhan. Karena mereka selalu mengingat jagung dan padi yang dijual Simamora. Merekapun pulang terdiam dan saling berkata satu sama lain diperjalanannya seperti ini :” Nungga ro itang-itang diparatang-atangan, nungga ro utang di naso panangaman”. Nirimpu parhunihan hape pargadongan, nirumpu parulian hape hamangoan.
Sekarangpun Simamora ini, kami pikir orang yang bodoh padahal orang yang sangat bijaksana sekarang bukan lagi Simamora yang bodoh gelarnya (Simamora Naoto), Simamora yang bijaksanalah sekarang karena kita sudah kita dibodoh-bodohi. Akan tetapi sekarang dan keputusan para raja-raja yang ada dikampung itu membuat menantunya bebas. Setelah sampai di rumah diberitahukanlah apa yang sudah terjadi kepada keluarganya, merekapun bersuka cita karena mereka sangat senang melihat menantunya Simamora. Maka mertuanya memberikan uang sebagian lagi tambah uang yang sudah diberikan sebelumnya kepada Simamora untuk modalnya. Simamorapun sangat senang menerima uang itu dan mertuanyapun memberkati Simamora setelah itu diapun berangkat ke kampung halamannya yaitu tanah Tipang.

4 comments:

  1. Salam kenal,
    Saya tahu blog anda dari Mybloglog, dan saya telah follow blog anda di Google Friend Connect.
    Tolong follow balik ya.

    BalasHapus
  2. Salam kenal juga bro,
    thanks atas kunjungannya dan follow blog saya, blog anda pun telah saya kunjungi dan follow juga di GFC

    BalasHapus
  3. Simamora dari keturunan mana'kah yang diceritakan di sini, apakah dari Babiat Naingol, Sampetua atau Marbulang; krn. setiap raja-raja pomparan selalu menggunakan dan memanggil nama buyut mereka, Simamora. Setahu saya, semua rekan2 sejawat saya dengan nama belakang Simamora adalah pintar dan cerdas.

    BalasHapus
  4. lama sayaa cari cerita ini,teri kasih atas tulisannya ,,,
    selain dari lucu.pesan sangat dlm utk berkomunikasi dan mencermati pembicaraa. salam kenal....

    BalasHapus

Mohon tinggalkan komentar terbaik anda, kiranya dapat membatu untuk membangun blogsite ini !

Simamora Debataraja