Berita Terbaru :

Free to Download Mp3 Batak

Anda tertarik dengan lagu-lagu batak berformat mp3? Silahkan kunjungi web ini dan dapatkan lagu mp3 batak yang disusun berdasarkan albumnya secara gratis, langsung download aja dan mainkan lagunya.

Pulo Simamora

Under construction

Bakkara

Under construction

Pulo Simamora

Under construction

Tipang

Under construction

Kamis, 31 Maret 2011

Simamora Naoto (Simamora Nan Bodoh)

Setelah Simamora menikah dengan putri hula-hula Lubis dari kampung Bakara Pardolok Julu. Mertuanya sangat merasa senang melihat tingkah laku dan kegantengannya. Mertuanya itu sangat segan menyuruh menantunya Simamora mencangkol ke ladang makanya dia menyuruh menantunya tersebut supaya berjualan. Kalau boleh beginilah hela Simamora seperti yang saya lihat tidak ada bakatmu untuk berladangakan lebih baik kalau kamu berdagang saja, katanya. Betulnya itu apa yang bapak bilang pak tetapi saya tidak punya modal, katanya. Kalau masalah modal adanya itu nanti hela, hanya yang ingin saya sampaikan “ kalau berdagang kita perlu mengingat pesan dari orang tua kita, hemat pangkal kaya, kata mertuanya”. Tambahnya itu hela kadang-kadang dagangan kita laris perlu diingat “modalnya harus kembali” cepat terjual itulah perputarannya dan cepat terjual itulah untungnya, kata mertuanya lagi. Simamorapun selalu berpikir apa yang hendak dia jual ke pekan yang modalnya bisa cepat kembali dan apa yang disukai pembeli.

Tiba saatnya hari pekan hatinya sangat senang karena dia sudah tahu apa yang bisa di jual supaya modalnya cepat kembali. Diapun meminta modal kepada mertuanya kemudian dibelikannya jagung. Dimasukkan semua jagung yang telah dibelinya ke dalam perahu,  setelah perahunya penuh diapun berangkat ke pekan diseberang kampungnya tersebut. Setelah sampai di pekan maka pembelipun datang dan menanyakan kepadanya berapa harga jagung itu.
  • Pembeli :O….. lae berapa satu buah jagung kalian ini?
  • Simamora : harganya lae sangat murah pangkalnya sajalah asal kembali, katanya. 
  • Pembeli : saling melirik satu satu sama lainnya, mereka menanyakan kembali untuk memperjelas, berapanya harganya? katakanlah lae...! 
  • Simamora : Pangkalnya sajalah asal kembali.............. 
  • Pembeli : Pembeli itupun berebutan mengambil jagung tersebut dan semua pembeli tersebut melepas bijinya  dari pangkal jagung yang mereka ambil. Setelah mereka selesai melepas biji jagung masing-masing maka mereka mengembalikan pangkal jagung tersebut dan berkata : inilah lae hasil jual jagungmu, katanya. Dan para pembeli itupun pulang ke rumah masing-masing dengan senang hati karena mereka merasa bahwa berapa besar keuntungan yang mereka dapatkan. 
Setelah Simamora sampai di rumah diapun langsung menyerahkan hasil jualan tersebut kepada mertuanya. Betapa terkejutnya mertuanya melihat helanya itu dan bertanya : untuk apa kamu membawa pangkal jagung ini hela? itu tidak perlu buat kita, uang hasil penjualan jagung itulah yang perlu sama kita, kata mertuanya. Dan diapun menjawab "kan bapak yang bilang sama saya pangkalnya saja asal pulang jadi pangkalnyalah yang saya bawa kalau uangnya masih tinggal sama mereka". 
Jadi karena menantunya itu mengatakan uangnya masih tinggal sama pembelinya, maka mertuanya memberangkatkan menantunya itu kembali berjualan di minggu yang berikutnya pada waktu pekan buka di sana. Diberikanyalah modal dan diapun membelanjakan uang tersebut untuk membeli padi sampai perahunya penuh lalu dia berangkat. Setelah sampai Simamora di tepi pasir mereka langsung bertanya apa yang dibawa Simamora dalam perahunya itu. 
  • Pembeli : O…… lae apa yang kamu bawa itu ?
  • Simamora : Padinya ini lae, katanya. 
  • Pembeli : Merekapun berlomba-lomba menanyakan kepada Simamora berapa harga padi tersebut satu kaleng?. 
  • Simamora : “Tidak usah di beli pake uang lae, cukuplah setelah kalian setelah selesai menumbuknya maka harus baliklah tumbukan kulit padi dan dedaknya semua sama saya. 
  • Pembeli : mereka menarik secara berebutan untuk mereka sendiri dan mereka langsung mencari lesung supaya mereka bisa menumbuk padi tersebut disitu. Jadi setelah selesai mereka menumbuk padi yang dimintaknya itu, mereka langsung memulangkan dedak dan kulit padinya itu kepada Simamora, dan mereka semua mengucapkan terima kasih dan berkata lagi : o…. lae Simamora datanglah kamu kembali kalau pekan buka minggu depan supaya kami membeli barang dagangan yang kamu jual, katanya.
Pulanglah semua pembeli itu ke rumah masing-masing dengan senang hati sambil berbincang-bincang, kalau pekan buka datanglah kita kemari supaya sama-sama menunggu dia di sini karena cuma untungnya yang dia antarkan kepada kita, saya rasa dia orang bodoh, katanya. Setelah terkumpul semua kulit padi dan dedaknya maka dimasukkanyalah ke dalam perahunya lalu dia pulang ke rumah mertuanya marga Lubis itu. Setelah dia sampai di kampung mertuapun langsung menyambut sambil bertanya : 
  • Mertua : Bagaimana hela larisnya jualmu itu? Apakah kamu beruntung? 
  • Simamora : Kalau jualanku itu larisnya amang akan tetapi uangnya tetap masih ku tinggalkan di sana cuma kulit padi dan dedaknya saja yang saya bawa sekarang.
  • Mertua : Untuk apa kulit padi ini kamu bawa sementara uangnya tetap kamu tinggalkan.
  • Simamora : Masih terlalu sedikit saya bawa uang hasil penjualanku selama ini, sekalian membawalah dikemudian hari supaya lebih banyak. Saya bawapun kulit padi sama dedaknya ini untuk saya jadikan umpan untuk menangkap ikan dengan memakai bubu kata menantunya itu. 
  • Mertua : Mendengar jawaban menantunya itu mertuanya menjadi sedih karena sudah habis uang mertuanya dibuat menantunya Simamora akan tetapi untung tidak pernah dibawa ke rumah.
Pada masa hari pekan berturut-turut Simamora tidak pergi lagi jualan karena tidak ada lagi uang mertuanya untuk modal menantunya Simamora. Tetapi Simamora bertanya kepada mertuanya katanya:
  • Simamora : Bagaimanan Amang? Apakah saya tidak bisa lagi bapak berangkatkan untuk jualan lagi minggu depan ini? Supaya saya sekalian membawa uang kita, uang hasil penjualan saya selama ini?
  • Mertua : Tidak ada lagi uang kita hela! Apalah saya kasih modalmu?
  • Simamora :  Betulnya Amang itu!  Uang Amang sudah tak ada lagi akan tetapi setahu saya perhiasan emas Amang masih ada. Bagaimana kalau itu dulu saya pakai untuk kita jadikan modal saya. Yakinlah bapak kalau kali ini bisalah amang lihat keuntungan kita.
  • Mertua : Sebenarnya mertuanya sangat kuatir untuk memberikannya karena sudah dilihat menantunya selama ini, akan tetapi karena mertuanya itu sangat sayang kepada menantunya itu, maka dia berkata, “ seperti ininya menantuku, sebenarnya apa yang kamu katakan itu perhiasan emas kita masih ada, tetapi cuma itulah harta kita. Kalau nanti habis maka kita tidak akan punya harta lagi.
  • Simamora : Yakinlah amang..!!! Asalkan bapak kasih kali ini, maka keuntungan hasil penjualan jagung dan padi akan kubawa semua. 
Pada waktu pekan minggunya mertuanya pun memberikan emas itu kepada helanya walaupun mertuanya sangat khawatir. Setelah diminta perhiasan emas tersebut dari mertuanya, diambillah perahunya lalu dia mendayung akan tetapi tidak langsung kepekan, tetapi kepulau Simamora yang didekat tanah tupang. Setelah sampai di sana maka dia menghentikan perahunya. Dikumpulkannya batu yang bulat dan tidak terlalu besar. Lalu digosokkannya batu tersebut ke emas tulen yang diberikan mertuanya itu, maka batu tersebut kelihatan seperti emas. Setelah perahunya itu penuh diapun berangkat dan mendayungnya dengan cepat karena sudah menjelang sore hari pada waktu itu.

Betul sekali, menjelang dia mau sampai di tepi pasir dilihatnyalah sudah banyak orang menunggu kedatangannya. Itulah sifatnya, kalau sering mendapat keuntungan maka akan ketagihan tetapi otang yang mendapat kerugian pasti akan jera. Karena sudah terkabar bahwa Simamora yang bodoh di daerah itu, sesudah sampai di sana maka dia langsung ditanyai, 
  • Pembeli : Oi….. lae Simamora apalah sekarang yang kamu bawa itu?
  • Simamora : Batu campur serbuk emas ini ....!!!!
  • Pembeli : Berapa harganya ? katanya buru-buru. 
  • Simamora : Batu campur serbuk emas ini lae ! kalau soal harga kalian tanya saya tidak tahu membilangkannya, tapi kalau mau peraklah kalian kasih gantinya sama saya dan banyaknya sama seperti berat batu yang dicampur dengan serbuk emas ini. 
  • Pembeli : Mendengar itu orang banyak itupun saling berbisik-bisikan satu sama lain. seperti inilah itu, kita kumpulkan saja semua perak yang ada di kampung kita ini ganti batu yang dicampur dengan serbuk emasnya itu, karena sebenarnya itu semua emas, kata mereka semua.
Maka mereka berangkat ke rumah masing-masing untuk mengumpulkan perak yang ada di daerah tersebut dan membawanya kepada Simamora yang ada di tepi pasir. Kira-kira sudah sama berat perak yang mereka berikan dengan batu campur serbuk emas tadi maka mereka sepakat untuk saling bertukar barang lalu mereka pulang ke rumah masing-masing. Begitu senangnyalah penghuni kampung itu membawa batu yang dicampur dengan serbuk emas itu karena mereka pikir batu itu emas sungguhan. Karena bodohnya Simamora makanya dia mengatakan ini batu yang dicampur serbuk emas kata mereka dalam hati masing-masing. Begitu juga dengan Simamora, dia pulang ke kampung mertuanya dan setelah sampai di sana, mertuanya pun langsung datang menemui dia ke tepi pasir. Karena dalam hatinya, “apalah sekarang yang dibawa menantuku ini gantinya perhiasan emas yang aku berikan itu?”

“Inilah pak hasil penjualan jagung, padi dan emas yang bapak berikan itu sudah terkumpul semuanya disini semua. ”terkejutlah mertuanya karena dia tidak menyangka bisa sebegitu banyak untung/ laba menantunya itu. Maka mertuanya itupun tertawa karena senang hatinya melihat perak yang dibawa menantunya itu. Setelah mereka sampai di rumah maka mereka berbincang-bincang pada malam harinya. Lalu mertuanya berkata kepada Simamora ,” dapat upahnya orang yang capek hela!” sekarang sudah kamu bawa untung yang sangat besar sama kalianlah ini sebagian menantuku supaya ada modal kalian dan bekal hidup kalian bersama putriku.” Katanya. Senanglah hatinya melihat menantunya itu, dan Simamorapun juga ikut senang menerima upah yang diberikan mertuanya dan diapun pergi menuju rumahnya.

Akan tetapi kira-kira satu bulan kemudian para pembeli itu menuntut supaya mereka pergi ke Bakara, karena semua emas yang mereka beli itu luntur seperti batu biasa kelihatannya. Setelah mereka sepakat dan menetukan hari kapan mereka berangkat. maka merekapun berangkat dari kampung mereka ke Bakara karena Simamora pernah memberitahukan kepada mereka bahwa kampungnya di Bakara.

Setelah mereka sampai di kampung Bakkara, mereka dilihat Marbun dan Sinambela, heran dan bertanya-tanyalah mereka melihat semua orang yang datang itu karena semua membawa senjata masing-masing. Oleh karena itu ditanyalah mereka : “ Wahai bapak-bapak dan ibu-ibu kalian datang dari mana, dan apa yang terjadi supaya kalian datang kekampung kami ini dan semua kalian saya lihat membawa senjata masing-masing ?”

Jadi adalah seorang dari mereka menjawab dan berkata : “ Ada seorang pedagang yang datang ke kampung kami dari kampung kalian ini, karena kami sudah dibodoh-bodohi, dia bilang sama kami bahwa jualannya emas padahal tidak, batunya sebenarnya. Bukan hukum yang dibuatnya ini sama kami oleh karena itu tunjukkan kalianlah dulu dia sama kami supaya kami matikan !, katanya “. Terkejutlah mereka mendengar berita itu mereka pun saling bertanya dan saling mengingatkan siapa yang sebenarnya yang berjualan dari kampung mereka itu, maka ketahuanlah bahwa Simamora pedagang itu. Akan tetapi datanglah Marbun dan Sinambela mengatakan kepada mereka : Beginilah itu para raja kami, kalian raja kami juga raja tidak baik kita berbicara di tengah halaman ini ke rumah sajalah kita supaya di rumah saja kita bicara. Kami suruh pun orang memanggil pedagang yang kalian bilang itu” kata orang tua yang disitu kepada mereka yaitu raja adat dan pengetua adat serta raja bius yang di situ.

Merekapun masuk ke rumah kira-kira dua jam lamanya tibalah orang yang memanggil pedagang Simamora yang dari Dolok Bakara. Setelah mereka melihat bahwa Simamora sudah datang merekapun langsung ingin menyerang Simamora tetapi karena kuatnya orang banyak itu memisahkan orang itu makanya dia tidak jadi dimatikan. Setelah mereka duduk kembali dengan baik berbicaralah salah satu penatua adat yang yang ada di kampung itu dan berkata : Begini Simamora, tamu kita datang dari seberang ke kampung kita ini untuk mencarimu. Mereka bilang kamu telah menipu mererka di hari-hari yang sudah lewat. Kamu bilang, katanya kepada mereka bahwa jualanmu itu emas padahal batunya sesungguhnya. 
Nah, sekarang kamu jelaskanlah kepada mereka apa yang sebenarnya dan supaya kami mengetahui selaku kami penatua adat dapat mempertimbangkan dan menjatuhkan hukum kepada orang yang bersalah, katanya.
  • Simamora : Betulnya itu Raja kami, bahwa aku berjualan ke kampung mereka yang pertama saya membawa jagung, lalu mereka menyayakan berapa harganya, saya bilang pangkalnya saja asal pulang merekapun langsung melepas biji-biji jagung itu dari pangkalnya setelah itu mereka mengembalikan pangkal jagung tersebut kepadaku. 
  • Pentua adat : O……. begitu rupanya ya..., coba jelaskan dulu Simamora bagaimana ceritanya lagi ?
  • Simamora : Yang kedua kalinya saya membawa padi, merekapun menyayakan harganya dan pada waktu itu saya katakan kepada mereka kulit padi sama dedaknya sajalah asal kembali, merekapun membuat seperti itu dan sayapun menerimanya. Begitu juga dengan yang terahir kalianya saya membawa batu yang dicampur dengan serbuk emas, merekapun bertanya apa jualanku, jelas-jelasnya saya beritahukan kepada mereka apa jualan ku raja yaitu batu campur serbuk emas, ininya mereka, sumpah saya tidak berbohong. Kalau harganya bagaimana kata mereka lalu saya katakan pada waktu itu peraklah kalian berikan pada saya sama seperti berat batu campur serbuk emas yang saya bawa ini, saya katakan pada waktu itu pada mereka. Merekapun berebutan peraknya masing-masing kepada saya seperti berat batu campur serbuk emas yang mereka ambil dari saya. Merekapun kelihatanya sangat senang sekali. Saya tidak tahu bahwa mereka beranggapan jualanku itu emas sungguhan karena berkilau-kilau kelihatannya pada waktu itu. Kalau masalah emas yang kubawa itu raja kami sumpah raja kami saya tidak membilang seperti itu, ininya mereka.......
  • Pendatang : semua datang itu saling melihat satu sama lain, karena begitu benar semua apa yang dikatakan Simamora karena mereka yang beranggapan bahwa jualan Simamora untuk emas sungguhan, karena mereka selalu mengingat jagung yang dijual Simamora cukup hanya pangkalnya saja asal kembali, begitu juga dengan padi cukupnya hanya kulit padi dan dedaknya kembali, begitu juga dengan yang terakhir ini karena mereka berharap orang bodoh Simamora makanya dia katakan batu campur emas jualannya. 
  • Penatua adat : Kalian yang datang dari seberang sekarang sudah jelas kalian dengar seperti apa keterangan dari Simamora. Bagaimana menurut kalian benarnya apa yang dikatakan Simamora ini, bahwa batu campur serbuk emas jualannya?. 
  • Pendatang : Benarnya itu para raja kami yang dikatakannya itu karena kami lihatnya berkilau-kilau batu tersebut makanya kami tidak percaya bahwa itu batu campur serbuk emas. 
  • Penetua adat : Kalau begitu kalian yang datang dari seberang sana yang bersalah di sini bukan Simamora. Kalian pikir emas walaupun sudah diberitahukan Simamora bahwa jualannya itu batu campur serbuk emas kepada kalian. Oleh karena itu adat dan hukum mengatakan bahwa Simamora tidak bersalah.
  • Pendatang : para pendatang itu terdiam, karena merekanya yang berharap bahwa jualan Simamora emas sungguhan. Karena mereka selalu mengingat jagung dan padi yang dijual Simamora. Merekapun pulang terdiam dan saling berkata satu sama lain diperjalanannya seperti ini :” Nungga ro itang-itang diparatang-atangan, nungga ro utang di naso panangaman”. Nirimpu parhunihan hape pargadongan, nirumpu parulian hape hamangoan.
Sekarangpun Simamora ini, kami pikir orang yang bodoh padahal orang yang sangat bijaksana sekarang bukan lagi Simamora yang bodoh gelarnya (Simamora Naoto), Simamora yang bijaksanalah sekarang karena kita sudah kita dibodoh-bodohi. Akan tetapi sekarang dan keputusan para raja-raja yang ada dikampung itu membuat menantunya bebas. Setelah sampai di rumah diberitahukanlah apa yang sudah terjadi kepada keluarganya, merekapun bersuka cita karena mereka sangat senang melihat menantunya Simamora. Maka mertuanya memberikan uang sebagian lagi tambah uang yang sudah diberikan sebelumnya kepada Simamora untuk modalnya. Simamorapun sangat senang menerima uang itu dan mertuanyapun memberkati Simamora setelah itu diapun berangkat ke kampung halamannya yaitu tanah Tipang.

Selasa, 29 Maret 2011

Penanggalan atau Pembagian Waktu Versi Batak Toba

Sejak zaman dahulu orang batak sudah mengetahui perjalanan bulan dan bintang setiap harinya. Parhalaan Batak adalah cerminan Panenabolon (hukum alam) terhadap setiap manusia. Apa yang akan terjadi besok, kelak menjadi apa anak yang baru lahirkan , bagaimana nasib seseorang, barang hilang serta langkah yang baik bagi orang Batak sudah merupakan kebiasaan pada zaman dahulu kala demikian halnya dalam mengadakan pesta ritual segalanya lebih dahulu membuka Buku Parhalaan (Buku Perbintangan).

Kembali kepada Mithologi Siboru Deakparujar bahwa saudara kembar dari debata Sorisohaliapan adalah Tuan Dihurmijati yang disebut juga Panenabolon. Panenabolon dalam buku ini disebut Hukum Alam, dengan tanda yaitu cahaya ufuk yang mulai nampak pada hari senja dan malam hari. Panenabolon menurut mithologi berdiam diri tiga-tiga bulan pada satu desa, setelah itu berpindah ke desa yang lain. Menurut pengetahuan modern, bahwa perpindahan itu adalah gambaran peredaran matahari, tiga bulan dari khatulistiwa ke utara, kemudian tiga bulan dari Utara ke khatulistiwa dan kemudian dari khatulistiwa tiga bulan ke selatan dan seterusnya tiga bulan juga kembali ke khatulistiwa.

Demikian seterusnya Panenabolon berjalan dan di dalam buku disebut peredaran alam raya. Jalan pikiran yang terdapat pada mithologi Siboru Deakparujar tersebut adalah pengetahuan waktu tentang peredaran alam raya. Perjalanan Panenabolon menjadi sumber pengetahuan Batak Toba mengenai waktu, baru diperkaya kemudian dengan memperhatikan perbintangan dan bulan serta arah mata angin.
 
Memperlihatkan Panenabolon yang menjadi sumber peredaran matahari, peredaran bintang, peredaran bulan dan arah angin, maka tumbuh ilmu pengetahuan alam tentang waktu yang disebut  Parhalaan, baik mengenai tahun, bulan, dan hari, maupun mengenai pembagian waktu satu hari satu malam dan istilah-istilah untuk itu. hubungan pembagian waktu ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia yang bersifat ritual. Ilmu Nujum inilah yang menjadi Pola Umum berpikir Batak Toba saat itu. Yang membuat terbenamnya pola Umum berpikir itu sehingga pandangan Batak Toba mengenai waktu bergeser dari nilai yang semula bernilai positif, berobah menjadi ilmu meramal nasib manusia.
 
Sejak mithologi Siboru Deakparujar suku batak pada umumnya sangat gemar memperhatikan Panenabolon-cahaya ufuk yang nampak sejak senja sampai malam hari. Mengamati perjalanan Panenabolon membandingkan dengan tempat bintang-bintang di malam hari serta membandingkan pula dengan peredaran bulan dan matahari dan keadaan angin pada satu-satu waktu maka orang Batak membagi waktu.
 
Dari hasil pengamatan dan pengalaman itu, dapat diketahui bahwa peredaran alam raya ada kaitannya dengan kehidupan, baik mengenai kehidupan manusia maupun kehidupan alami. Artinya bahwa hukum alam ada kaitannya dengan alam ini. Baik mengenai kehidupan manusia maupun kehidupan alami. Artinya bahwa hukum alam ada kaitannya dengan alam ini, baik terhadap alam manusia dan hewani maupun terhadap alam tumbuh-tumbuhan. Oleh sebab itu Panenabolon dan perbintangan serta peredaran bulan dan matahari itu menentukan arah mata angin sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, maka pengamatan untuk semua itu adalah paling utama pada kegiatan sehari-hari.
 
Agar mereka dapat mengetahui kegiatan apa yang hendak dilakukan setiap hari pada waktu yang tepat. Maka para cerdik pandai batak itu membagi waktu pada keadaan yang tepat. Jika orang barat dalam hal ini yunani terutama Romawi mentransfer peredaran alam raya itu dengan teknik pengetahuan alam sebagai titik tolak pembuatan jam, maka orang batak masih terbenam pada pola umum, belum mampu mentransfer peredaran itu dengan teknik ilmu alam. Artinya, bahwa pembagian waktu itu masih tetap berdasarkan penglihatan atau pengamatan mata. Dari hasil pikiran dan pengamatan mereka dapat diketahui tentang pembagian waktu yang ditulis pada Bulu Parhalaan, Holi Parhalaan dan Pustaha Parhalaan seperti berikut ini.
 
 
 
Partaonan adalah pengetahuan akan tahun. Tahun Batak tidak diketahui berapa jumlahnya. Mungkin tidak ada satu peristiwa yang besar yang dialami suku batak yang menjadi titik tolak permulaan tahun. Atau jumlah tahun tidak perlu ada akibat dari pandangan tentang akhir zaman. Berdasarkan budaya spritual suku batak bahwa belum diketahui atau belum dijumpai tentang adanya akhir zaman. Yang ada adalah banua atas tempat orang-orang yang baik apabila sudah meninggal, Banua Tonga tempat atau dihuni seperti kehidupan sekarang ini dan Banua Toru adalah tempat atau dihuni orang-orang yang meninggal yang perbuatannya tidak baik.
 
Belum diketahui atau belum dijumpai pada budaya batak tentang akhir dari alam raya. akibat dari pandangan itu, mungkin pemikiran orang batak pembentuk gagasan itu, tidak perlu diadakan penarikan tahun batak. Yang paling utama pada mereka adalah masa depan yang lebih baik bagi generasi mereka. Maka perlu perbaikan berkelanjutan tentang pengamatan waktu untuk menciptakan masa depan yang lebih baik. Dan inilah yang masih dihayati suku batak bahwa anaknya adalah harta yang paling berharga baginya. Pertarikhan tahun batak belum diketahui, tetapi jumlah hari dan bulan pada setiap tahun ada pertambahan. Misalnya pada setiap enam tahun peredaran, ada bulan ketigabelas untuk menyesuaikan kepada tempat semula bintang-bintang di langit dimana bintang-bintang itu kembali ke tempat semula.
 
 
 
Sada taon artinya setahun, Tahun Batak terdiri dari duabelas bulan yang disebut sipaha maka nama-nama bulan batak itu dalam hal ini Batak Toba adalah :
  1. Sipaha sada adalah bulan pertama
  2. Sipaha dua adalah bulan kedua
  3. Sipaha tolu adalah bulan ketiga
  4. Sipaha opat adalah bulan keempat
  5. Sipaha lima adalah bulan kelima
  6. Sipaha onom adalah bulan keenam
  7. Sipaha pitu adalah bulan ketujuh
  8. Sipaha ualu adalah bulan kedelapan
  9. Sipaha sia adalah bulan kesembilan
  10. Sipaha sampulu adalah bulan kesepuluh
  11. Li adalah bulan kesebelas
  12. Hurung adalah bulan keduabelas
Permulaan tahun disebut sada kira-kira antara bulan maret dan april, bulan masehi dan akhir tahun disebut hurung kira-kira bulan antara februari dan maret bulan masehi.
 
Setiap bulan atau Sipaha terdiri antara 28 hari dan 30 hari dan nama-namanya seperti barikut ini :
  1. Artia
  2. Suma
  3. Anggara
  4. Muda
  5. Boraspati
  6. Singkora
  7. Samisara
  8. Antian ni aek
  9. Sumani mangadap
  10. Anggara sampulu
  11. Muda ni mangadap
  12. Boraspati ni tangkok
  13. Singkora purnama
  14. Samisara purnama
  15. Tula
  16. Suma ni holom
  17. Anggara ni holom
  18. Muda ni holom
  19. Boraspati ni holom
  20. Singkora mora turun
  21. Samisara Mora turun
  22. Antian ni anggara
  23. Suma ni mate
  24. Anggara ni begu
  25. Muda ni mate
  26. Boraspati na gok
  27. Singkora duduk
  28. Samisara bulan mate
  29. Hurung
  30. Ringkar
Hari pertama disebut artia hari terakhir dinamai ringkar. Jika diperhatikan nama-nama hari diatas, bahwa setiap tujuh hari ada perulangan nama artia. Hari pertama antiani aek hari kedelapan, tula hari kelimabelas dan antian ni anggara hari kedua puluh dua. Demikian pula samisara hari ketujuh, samisara purnama, hari keempat belas, samisara mora turun, hari kedua puluh satu, samisara bulan mate hari keduapuluh delapan, maka dapat diketahui bahwa setiap tujuh hari bulan, ada perobahan pada peredarannya. Sebagaimana diketahui bahwa nama-nama hari Batak adalah berdasarkan peredaran bulan. Untuk menyesuaikan nama bulan dan tempat semula perbintangan maka ada hari tambahan yaitu hari hurung hari kedua puluh sembilan dan ringkar hari ketiga puluh Batak Toba untuk mengetahui pandangannya tentang waktu.
 
 
 
Dari pengamatan peredaran matahari Batak Toba mengetahui apa arti sada ari sada borngin antara terbit dan terbenam disebut arian atau siang. Demikian pula halnya antara matahari terbenam dan kemudian terbit disebut borngin. Jadi pengertian arian-borngin adalah sada ari-sada borngin dan terbagi lima waktu yaitu : 
  1. Sogot = antara jam 05.00 Wib dan 07.00 Wib
  2. Pangului atau Pangulihi = antara jam 07.00 Wib dan jam 1.00 Wib
  3. Hos = antara jam 11.00 Wib dan jam 13.00 Wib
  4. Guling = antara jam 13.00 Wib dan jam 17.00 Wib
  5. Bot = antara jam 17.00 Wib dan jam 18.00 Wib
Pembagian waktu siang dan malam adalah sama seperti yang disebutkan di muka. Pembagian atas lima waktu masih dibagi atas penglihatan terhadap keadaan matahari dan kedalam alam pada malam hari sebelum matahari berikutnya terbit.
  1. Binsar mata ni ari : sekitar jam 6 pagi
  2. Pangului : sekitar jam 7 pagi
  3. Turba : sekitar jam 8 pagi
  4. Pangguit raja : sekitar jam 9 pagi
  5. Sagang ari : sekitar jam 10 siang
  6. Huma na hos : sekitar jam 11 siang
  7. Hos atau tonga ari : sekitar jam 12 siang
  8. Guling : sekitar jam 13 siang
  9. Guling dao : sekitar jam 14 sore
  10. Tolu gala : sekitar jam 15 sore
  11. Dua sagala : sekitar jam 16 sore
  12. Sagala : sekitar jam 17 sore
  13. Sundut atau mate mataniari : sekitar jam 18 sore
  14. Samon : sekitar jam 19 malam
  15. Hatiha mangan : sekitar jam 20 malam
  16. Tungkap hudon : sekitar jam 21 malam
  17. Sampe modom : sekitar jam 22 malam
  18. Sampe modom na bagas : sekitar jam 23 malam
  19. Tonga borngin : sekitar jam 24 malam
  20. Haroro ni panangko : sekitar jam 1 malam
  21. Tahuak manuk sahali : sekitar jam 2 malam
  22. Tahuak manuk dua hali : sekitar jam 3 malam
  23. Buhabuha ijuk : sekitar jam 4 pagi
  24. Andos torang atau torang ari : sekitar jam 5 pagi
Pengamatan terbit dan terbenam matahari dan memperhatikan letak bintang-bintang di langit serta mengemati cahaya ufuk Panenabolon dan membandingkannya dengan keadaan angin dan cuaca orang Batak membagi arah mata angin yang disebut Desa na ualu.

Desa Na Ualu adalah delapan arah mata angin yaitu :
  1. Purba sama dengan timur
  2. Anggoni sama dengan tenggara
  3. Dangsina sama dengan selatan
  4. Nariti sama dengan barat daya
  5. Pastima sama dengan barat
  6. Manabia sama dengan barat laut
  7. Utara sama dengan utara
  8. Irisanna sama dengan timur laut
 

Sabtu, 26 Maret 2011

Sejarah Marga Simamora

TEMPAT TINGGAL ATAU BONAPASOGIT

Tipang diyakini sebagai Bonapasogit dari Raja Sumba (yang digelari sebagai Sumba Napaduahon) yang merupakan salah satu anak dari Ompu Tuan Sorba Dibanua yang delapan orang itu. Setelah menikahi Boru Pandan Nauli, yaitu putri dari Raja Lontung dari negeri Sabulan, Raja Sumba berangkat menyisir ke arah selatan dan membuka perkampungan disalah satu tempat yang kemudian dinamai Tipang.

Menurut Geografis Pemerintahan, Tipang terletak dalam wilayah Kecamatan Bakti Raja (Singkatan dari Bakkara, Tipang, dan Janiraja) Kabupaten Humbang Hasundutan dan saat ini dihuni oleh kira-kira 450 kepala keluarga dan 1.725 jiwa. Tadinya Tipang terdiri dari tiga desa, yaitu: Desa Tipang Dolok, Tipang Habinsaran, dan Tipang Hasundutan, tapi saat ini hanya tinggal satu desa saja.

Berbatas sebelah timur dengan danau Toba, sebelah selatan dengan Bakkara, sebelah barat dengan sisi terjal bukit arah Siria-ria dan sebelah utara dengan Janjiraja, disanalah terletak Negeri Tipang yang indah permai. Sama halnya dengan semua tempat yang terletak dibibir danau Toba yang amat permai pemandangan alamnya, tapi bagi sebagian orang khususnya marga Simamora dan Sihombing, Negeri Tipang adalah tempat yang merupakan bonapasogitnya.

SEJARAH SILSILAH MARGA SIMAMORA

Silsilah marga Simamora kalau kita urut mulai paling atas adalah sebagai berikut, Silsilah Marga Batak mempunyai 2 orang putra, yaitu Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon, dari anak yang kedua ini lahirlah tiga orang putranya. Dari ketiga putranya itu hanya anaknya yang pertama yaitu Tuan Sorimangaraja yang tinggal di Bonapasogit Pusuk Buhit (tempat yang diyakini sebagai asal mula suku batak).

Tuan Sorimangaraja mempunyai 3(tiga) orang istri yaitu :
  1. Si Boru Anting Malela (Nai Rasaon), putri dari Guru Tatea Bulan. Si Boru Anting Malela melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Djulu (Ompu Raja Nabolon), gelar Nai Rasaon. 
  2. Si Boru Biding Laut (Nai Ambaton), juga putri dari Guru Tatea Bulan. Si Boru Biding Laut melahirkan putra yang bernama Tuan Sorba Jae (Raja Mangarerak), gelar Nai Ambaton.
  3. Si Boru Sanggul Baomasan (Nai Suanon). Si Boru Sanggul Haomasan melahirkan putra yang bernama Tuan Sorbadibanua, gelar Nai Suanon.
Tuan Sorbadibanua, mempunyai dua orang istri dan memperoleh 8 orang putra.
Dari istri pertama (putri Sariburaja):
  1. Si Bagot Ni Pohan, 
  2. Si Paet Tua,
  3. Si Lahi Sabungan,
  4. Si Raja Oloan,
  5. Si Raja Huta Lima.
Dari istri kedua (Boru Sibasopaet, putri Mojopahit) :
  1. SI RAJA SUMBA
  2. Si Raja Sobu,
  3. Toga Naipospos.
Dari perkawinan dengan Boru Pandan Nauli, Raja Sumba dianugerahi dua orang putra, anak yang tertua yaitu SIMAMORA yang mempunyai keturunan Purba, Manalu, dan Debataraja dan SIHOMBING yang mempunyai keturunan Silaban, Nababan, Hutasoit, dan Lumban Toruan. Ketujuh keterunan tersebut secara terus-menerus menempati TIPANG hingga saat ini dan pengaturan pembagian warisan sawah dan lading diatur dengan musyawarah dan damai secara turun-temurun.


PUSAKA PENINGGALAN

Tipang adalah nama dari seseorang yang disebut “Duhut-Duhut Simardimpos dohot Tano Simarhilop” yang topografinya dibagi dua, yaitu Tano Birong yang ditempati oleh Simamora dan keturunannya dan Tano Liat yang ditempati oleh Sihombing dan keturunannya.

Tipang adalah tempat yang banyak menyimpan sejarah atau Pusaka Peninggalan Raja Sumba dan tempat sakti.

BATU PAUSEANG

Disuatu tempat, yakni di bagian belakang atau sebelah selatan dari huta dari marga Hutasoit dan sebelah timur dari pusat keramaian Tipang, terdapat tiga “Batu Pauseang” yang diterima oleh Raja Sumba dari Raja Lontung.

Ketiga batu tersebut ukurannya kira-kira sebesar bola kaki yang diletakkan begitu saja dan hingga saat ini tidak terawat sama sekali dan hampir hilang ditutupi semak belukar yang rimbun.

Ketiga batu tersebut, yaitu:
  1. Batu Siboru Gabe : Asa gabe dihajolmaon, gabe naniula (melambangkan kemakmuran atas sawah lading yang dikerjakan oleh seluruh keturunannya).
  2. Batu Siboru Torop: Asa torop maribur huhut sangap angka pinomparna (yang melambangkan supaya berkembang biak / beranak pinak dan sukses seluruh keturunannya).
  3. Batu Siboru Sinur: Asa sinur ma pinahan (melambangkan kemakmuran atas ternak yang dikembangbiakkan oleh seluruh keturunannya)
Ketiga Batu Pauseang tersebut pada masa dahulu, digunakan sebagai tempat sacral terlebih bila musim tanam tiba. Ketika masa mencangkul (ombahon) selesai dan tiba saatnya menanam padi, maka beberapa jenis padi dibawa ke Batu Pauseang, untuk didoakan dan diletakkan disana selama beberapa hari. Bila harinya tiba tersebut, para ibu akan datang kesana dan akan mendapati tanda bahwa jenis padi tertentulah yang akan ditanami di seluruh Tipang pada musim tanam itu.

NAMARTUA GUMINJANG

Tempat mengisyaratkan suara ogung doal. Bila berbunyi maka akan ada orang yang Saur Matua

NAMARTUA SIDIMPUAN
Tempat mengisyaratkan suara ogun oloan, pangoaran dan gordang bolon

NAPOSO LAHI-LAHI ULIAN MATANIARI
Suara dan tanda yang terbentang di Tipang.

BATU PARTONGGOAN
Tempat berdoa untuk menolak mara bahaya.

BARU JAGAR-JAGAR
Batu berupa patung dimana tidak boleh berdusta.

BATU MARAKTUK
Sigala-gala binaga (sebagai syarat akan terjadi peristiwa besar).

GUA JARINA
Gua yang dalam, tempat berdoa dan mensucikan diri.

BATU SADA
Tempat penyimpanan sari-saring (tulang-tulang) turun-temurun.

PUSAKA TANO HAJIRAN
Pusaka yang sangat ampuh untuk menolak bala (alogo nasohapundian, udan nasohasaongan dohot napajolo gogo).

AIR TERJUN

Tempat bersemedi untuk pensucian diri.


Kamis, 24 Maret 2011

Legenda Danau Toba

 
Pada zaman dahulu di suatu desa di Sumatera Utara hiduplah seorang petani bernama Toba yang menyendiri di sebuah lembah yang landai dan subur. Petani itu mengerjakan lahan pertaniannya untuk keperluan hidupnya.

Selain mengerjakan ladangnya, kadang-kadang lelaki itu pergi memancing ke sungai yang berada tak jauh dari rumahnya. Setiap kali dia memancing, mudah saja ikan didapatnya karena di sungai yang jernih itu memang banyak sekali ikan. Ikan hasil pancingannya dia masak untuk dimakan.

Pada suatu sore, setelah pulang dari ladang lelaki itu langsung pergi ke sungai untuk memancing. Tetapi sudah cukup lama ia memancing tak seekor iakan pun didapatnya. Kejadian yang seperti itu,tidak pernah dialami sebelumnya. Sebab biasanya ikan di sungai itu mudah saja dia pancing. Karena sudah terlalu lama tak ada yang memakan umpan pancingnya, dia jadi kesal dan memutuskan untuk berhenti saja memancing. Tetapi ketika dia hendak menarik pancingnya, tiba-tiba pancing itu disambar ikan yang langsung menarik pancing itu jauh ketengah sungai. Hatinya yang tadi sudah kesal berubah menjadi gembira, Karena dia tahu bahwa ikan yang menyambar pancingnya itu adalah ikan yang besar.

Setelah beberapa lama dia biarkan pancingnya ditarik ke sana kemari, barulah pancing itu disentakkannya, dan tampaklah seekor ikan besar tergantung dan menggelepar-gelepar di ujung tali pancingnya. Dengan cepat ikan itu ditariknya ke darat supaya tidak lepas. Sambil tersenyum gembira mata pancingnya dia lepas dari mulut ikan itu. Pada saat dia sedang melepaskan mata pancing itu, ikan tersebut memandangnya dengan penuh arti. Kemudian, setelah ikan itu diletakkannya ke satu tempat dia pun masuk ke dalam sungai untuk mandi. Perasaannya gembira sekali karena belum pernah dia mendapat ikan sebesar itu. Dia tersenyum sambil membayangkan betapa enaknya nanti daging ikan itu kalau sudah dipanggang. Ketika meninggalkan sungai untuk pulang kerumahnya hari sudah mulai senja.

Setibanya di rumah, lelaki itu langsung membawa ikan besar hasil pancingannya itu ke dapur. Ketika dia hendak menyalakan api untuk memanggang ikan itu, ternyata kayu bakar di dapur rumahnya sudah habis. Dia segera keluar untuk mengambil kayu bakar dari bawah kolong rumahnya. Kemudian, sambil membawa beberapa potong kayu bakar dia naik kembali ke atas rumah dan langsung menuju dapur.

Pada saat lelaki itu tiba di dapur, dia terkejut sekali karena ikan besar itu sudah tidak ada lagi. Tetapi di tempat ikan itu tadi diletakkan tampak terhampar beberapa keping uang emas. Karena terkejut dan heran mengalami keadaan yang aneh itu, dia meninggalkan dapur dan masuk kekamar.

Ketika lelaki itu membuka pintu kamar, tiba-tiba darahnya tersirap karena didalam kamar itu berdiri seorang perempuan dengan rambut yang panjang terurai. Perempuan itu sedang menyisir rambutnya sambil berdiri menghadap cermin yang tergantung pada dinding kamar. Sesaat kemudian perempuan itu tiba-tiba membalikkan badannya dan memandang lelaki itu yang tegak kebingungan di mulut pintu kamar. Lelaki itu menjadi sangat terpesona karena wajah perempuan yang berdiri dihadapannya luar biasa cantiknya. Dia belum pernah melihat wanita secantik itu meskipun dahulu dia sudah jauh mengembara ke berbagai negeri.

Karena hari sudah malam, perempuan itu minta agar lampu dinyalakan. Setelah lelaki itu menyalakan lampu, dia diajak perempuan itu menemaninya kedapur karena dia hendak memasak nasi untuk mereka. Sambil menunggu nasi masak, diceritakan oleh perempuan itu bahwa dia adalah penjelmaan dari ikan besar yang tadi didapat lelaki itu ketika memancing di sungai. Kemudian dijelaskannya pula bahwa beberapa keping uang emas yang terletak di dapur itu adalah penjelmaan sisiknya. Setelah beberapa minggu perempuan itu menyatakan bersedia menerima lamarannya dengan syarat lelaki itu harus bersumpah bahwa seumur hidupnya dia tidak akan pernah mengungkit asal usul istrinya myang menjelma dari ikan. Setelah lelaki itu bersumpah demikian, kawinlah mereka.

Setahun kemudian, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Samosir. Anak itu sangat dimanjakan ibunya yang mengakibatkan anak itu bertabiat kurang baik dan pemalas.

Setelah cukup besar, anak itu disuruh ibunya mengantar nasi setiap hari untuk ayahnya yang bekerja di ladang. Namun, sering dia menolak mengerjakan tugas itu sehingga terpaksa ibunya yang mengantarkan nasi ke ladang.

Suatu hari, anak itu disuruh ibunya lagi mengantarkan nasi ke ladang untuk ayahnya. Mulanya dia menolak. Akan tetapi, karena terus dipaksa ibunya, dengan kesl pergilah ia mengantarkan nasi itu. Di tengah jalan, sebagian besar nasi dan lauk pauknya dia makan. Setibanya diladang, sisa nasi itu yang hanya tinggal sedikit dia berikan kepada ayahnya. Saat menerimanya, si ayah sudah merasa sangat lapar karena nasinya terlambat sekali diantarkan. Oleh karena itu, maka si ayah jadi sangat marah ketika melihat nasi yang diberikan kepadanya adalah sisa-sisa. Amarahnya makin bertambah ketika anaknya mengaku bahwa dia yang memakan sebagian besar dari nasinya itu. Kesabaran si ayah jadi hilang dan dia pukul anaknya sambil mengatakan: “Anak kurang ajar. Tidak tahu diuntung. Betul-betul kau anak keturunan perempuan yang berasal dari ikan!”

Sambil menangis, anak itu berlari pulang menemui ibunya di rumah. Kepada ibunya dia mengadukan bahwa dia dipukuli ayahnya. Semua kata-kata cercaan yang diucapkan ayahnya kepadanya di ceritakan pula. Mendengar cerita anaknya itu, si ibu sedih sekali, terutama karena suaminya sudah melanggar sumpahnya dengan kata-kata cercaan yang dia ucapkan kepada anaknya itu. Si ibu menyuruh anaknya agar segera pergi mendaki bukit yang terletak tidak begitu jauh dari rumah mereka dan memanjat pohon kayu tertinggi yang terdapat di puncak bukit itu. Tanpa bertanya lagi, si anak segera melakukan perintah ibunya itu. Dia berlari-lari menuju ke bukit tersebut dan mendakinya.

Ketika tampak oleh sang ibu anaknya sudah hampir sampai ke puncak pohon kayu yang dipanjatnya di atas bukit , dia pun berlari menuju sungai yang tidak begitu jauh letaknya dari rumah mereka itu. Ketika dia tiba di tepi sungai itu kilat menyambar disertai bunyi guruh yang megelegar. Sesaat kemudian dia melompat ke dalam sungai dan tiba-tiba berubah menjadi seekor ikan besar. Pada saat yang sama, sungai itu pun banjir besar dan turun pula hujan yang sangat lebat. Beberapa waktu kemudian, air sungai itu sudah meluap kemana-mana dan tergenanglah lembah tempat sungai itu mengalir. Pak Toba tak bisa menyelamatkan dirinya, ia mati tenggelam oleh genangan air. Lama-kelamaan, genangan air itu semakin luas dan berubah menjadi danau yang sangat besar yang di kemudian hari dinamakan orang Danau Toba. Sedang Pulau kecil di tengah-tengahnya diberi nama Pulau Samosir.
 
 
Horas....!

Rabu, 23 Maret 2011

Legenda Batu Gantung

Salah satu legenda yang populer dari tanah batak adalah Legenda Batu Gantung. Cerita batu gantung ini ada berbagai macam versi sih, yang ini ya.. pasti versi penulislah... gitu...

Alkisah hiduplah seorang putri raja yang bernama Pinta Omas boru Sinambela yaitu putri dari Raja Sisingamangaraja X. Di lain tempat, ada seorang wanita bernama Nai Hapatihan yaitu , adik perempuan dari Sisingamangaraja X (ibotona). Nai Hapatihan menikah dengan seorang Aceh, dan melahirkan anak bernama Fakih Amiruddin.

Nah, suatu ketika si Pinta Omas ini ternyata bertemu dengan si Fakih dan saling suka. Kalo dilihat dari Tarombonya Batak, Maka Pinta Omas ini adalah Pariban dari Fakih. Oleh sebab itu mereka semakin jatuh cinta......

Namun ternyata sang ayah (Raja Sisingamangaraja X)  tidak setuju dengan hubungan mereka, versi cerita lain menyebutkan bila mereka menikah, maka Fakih akan jadi saingan Sisingamangaraja X untuk merebut kedaulatan di Tanah Batak. Versi lain menyebutkan bahwa si Pinta Omas ternyata udah dijodohin sama orang yang berketurunan Ningrat, berkasta tinggi, dan menjadi kepercayaan sang bapak.

Karena hubungan mereka tidak disetujui, dan karena mereka sudah sangat jatuh cinta, maka dalam kekecewaan, dan tangisan yang menyayat hati, si Pinta Omas berlari keluar rumahnya, menuju ke tepi bukit. Di situ dia menghirup nafas 3 kali, berbalik sejenak untuk memandangi rumahnya dari jauh sambil berlinang air mata penuh kekecewaan, dan sambil mengelus anjing kesayangannya, ia melompat dari tebing menuju ke danau Toba dan ternyata disusul oleh anjing kesayangannya.

Tetapi tak diduga kakinya si Pinta Omas tersangkut ke akar pohon. Sehingga ia tidak terjatuh melainkan tergantung di tepi bukit itu dan kemudian berubahlah dia menjadi Batu.

Hingga saat ini, kalo kita datang berwisata ke Sumatera Utara, atau lewat dari kota Parapat kita masih akan melihat bentuk sebuah batu menyerupai manusia yang tergantung di tepian sebuah jurang. 

Banyak orang menafsirkan bahwa batu gantung itu merupakan lambang kesedihan, yaitu ketika sebuah cinta tidak terbalas. Itulah sebabnya jaman skarang orang tua suku batak lebih membiarkan anaknya menentukan pilihan teman hidupnya, kita so pasti ngerti bahwa cinta tidak dapat dipaksakan,  akan memilih sendiri kapan, dimana, dan siapa. 

horas.... tano batak

Selasa, 22 Maret 2011

SEJARAH BATAK

Versi sejarah mengatakan Si Raja Batak dan rombongannya datang dari Thailand, terus ke Semenanjung Malaysia lalu menyeberang ke Sumatera dan menghuni Sianjur Mula Mula, lebih kurang 8 km arah Barat Pangururan, pinggiran Danau Toba sekarang. Versi lain mengatakan, dari India melalui Barus atau dari Alas Gayo berkelana ke Selatan hingga bermukim di pinggir Danau Toba.

Diperkirakan Si Raja Batak hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13). Raja Sisingamangaraja XII salah satu keturunan Si Raja Batak yang merupakan generasi ke-19 (wafat 1907), maka anaknya bernama Si Raja Buntal adalah generasi ke-20.


Batu bertulis (prasasti) di Portibi bertahun 1208 yang dibaca Prof. Nilakantisasri (Guru Besar Purbakala dari Madras, India) menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan COLA dari India menyerang SRIWIJAYA yang menyebabkan bermukimnya 1.500 orang TAMIL di Barus.


Pada tahun 1275 MOJOPAHIT menyerang Sriwijaya, hingga menguasai daerah Pane, Haru, Padang Lawas. Sekitar rahun 1.400 kerajaan NAKUR berkuasa di sebelah Timur Danau Toba, Tanah Karo dan sebagian Aceh.


Dengan memperhatikan tahun tahun dan kejadian di atas diperkirakan:
  • Si Raja Batak adalah seorang aktivis kerajaan dari Timur Danau Toba (Simalungun sekarang), dari Selatan Danau Toba (Portibi) atau dari Barat Danau Toba (Barus) yang mengungsi ke pedalaman, akibat terjadi konflik dengan orang-orang Tamil di Barus. 
  • Akibat serangan Mojopahit ke Sriwijaya, Si Raja Batak yang ketika itu pejabat Sriwijaya yang ditempatkan di Portibi, Padang Lawas dan sebelah Timur Danau Toba (Simalungun). 
  • Sebutan Raja kepada Si Raja Batak diberikan oleh keturunannya karena penghormatan, bukan karena rakyat menghamba kepadanya.
Demikian halnya keturunan Si Raja Batak seperti Si Raja Lontung, Si Raja Borbor, Si Raja Oloan, dsb. Meskipun tidak memiliki wilayah kerajaan dan rakyat yang diperintah.

Selanjutnya menurut buku TAROMBO BORBOR MARSADA anak Si Raja Batak ada 3 (tiga) orang yaitu : GURU TETEABULAN, RAJA ISUMBAON dan TOGA LAUT. Dari ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya Marga-marga Batak.


Sumber:

disarikan dari buku "LELUHUR MARGA MARGA BATAK, DALAM SEJARAH SILSILAH DAN LEGENDA" cet. ke-2 (1997) oleh Drs Richard Sinaga, Penerbit Dian Utama, Jakarta.


LEGENDA SI RAJA BATAK

Konon di atas langit (banua ginjang, nagori atas) adalah seekor ayam bernama Manuk Manuk Hulambujati (MMH) berbadan sebesar kupu-kupu besar, namun telurnya sebesar periuk tanah. MMH tidak mengerti bagaimana dia mengerami 3 butir telurnya yang demikian besar, sehingga ia bertanya kepada Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta) bagaimana caranya agar ketiga telur tsb menetas.

Mulajadi Na Bolon berkata, "Eramilah seperti biasa, telur itu akan menetas!" Dan ketika menetas, MMH sangat terkejut karena ia tidak mengenal ketiga makhluk yang keluar dari telur tsb. Kembali ia bertanya kepada Mulajadi Nabolon dan atas perintah Mulajadi Na Bolon, MMH memberi nama ketiga makhluk (manusia) tsb. Yang pertama lahir diberi nama TUAN BATARA GURU, yang kedua OMPU TUAN SORIPADA, dan yang ketiga OMPU TUAN MANGALABULAN, ketiganya adalah lelaki.

Setelah ketiga putranya dewasa, ia merasa bahwa mereka memerlukan seorang pendamping wanita. MMH kembali memohon dan Mulajadi Na Bolon mengirimkan 3 wanita cantik : SIBORU PAREME untuk istri Tuan Batara Guru, yang melahirkan 2 anak laki laki diberi nama TUAN SORI MUHAMMAD, dan DATU TANTAN DEBATA GURU MULIA dan 2 anak perempuan kembar bernama SIBORU SORBAJATI dan SIBORU DEAK PARUJAR. Anak kedua MMH, Tuan Soripada diberi istri bernama SIBORU PAROROT yang melahirkan anak laki-laki bernama TUAN SORIMANGARAJA sedangkan anak ketiga, Ompu Tuan Mangalabulan, diberi istri bernama SIBORU PANUTURI yang melahirkan TUAN DIPAMPAT TINGGI SABULAN.

Dari pasangan Ompu Tuan Soripada-Siboru Parorot, lahir anak ke-5 namun karena wujudnya seperti kadal, Ompu Tuan Soripada menghadap Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta). "Tidak apa apa, berilah nama SIRAJA ENDA ENDA," kata Mulajadi Na Bolon. Setelah anak-anak mereka dewasa, Ompu Tuan Soripada mendatangi abangnya, Tuan Batara Guru menanyakan bagaimana agar anak-anak mereka dikawinkan.

"Kawin dengan siapa? Anak perempuan saya mau dikawinkan kepada laki-laki mana?" tanya Tuan Batara Guru.

"Bagaimana kalau putri abang SIBORU SORBAJATI dikawinkan dengan anak saya Siraja Enda Enda. Mas kawin apapu akan kami penuhi, tetapi syaratnya putri abang yang mendatangi putra saya," kata Tuan Soripada agak kuatir, karena putranya berwujud kadal.

Akhirnya mereka sepakat. Pada waktu yang ditentukan Siboru Sorbajati mendatangai rumah Siraja Enda Enda dan sebelum masuk, dari luar ia bertanya apakah benar mereka dijodohkan. Siraja Enda Enda mengatakan benar, dan ia sangat gembira atas kedatangan calon istrinya. Dipersilakannya Siboru Sorbajati naik ke rumah. Namun betapa terperanjatnya Siboru Sorbajati karena lelaki calon suaminya itu ternyata berwujud kadal.

Dengan perasaan kecewa ia pulang mengadu kepada abangnya Datu Tantan Debata.

"Lebih baik saya mati daripada kawin dengan kadal," katanya terisak-isak.

"Jangan begitu adikku," kata Datu Tantan Debata. "Kami semua telah menyetujui bahwa itulah calon suamimu. Mas kawin yang sudah diterima ayah akan kita kembalikan 2 kali lipat jika kau menolak jadi istri Siraja Enda Enda."

Siboru Sorbajati tetap menolak. Namun karena terus-menerus dibujuk, akhirnya hatinya luluh tetapi kepada ayahnya ia minta agar menggelar "gondang" karena ia ingin "manortor" (menari) semalam suntuk.

Permintaan itu dipenuhi Tuan Batara Guru. Maka sepanjang malam, Siboru Sorbajati manortor di hadapan keluarganya.

Menjelang matahari terbit, tiba-tiba tariannya (tortor) mulai aneh, tiba-tiba ia melompat ke "para-para" dan dari sana ia melompat ke "bonggor" kemudian ke halaman dan yang mengejutkan tubuhnya mendadak tertancap ke dalam tanah dan hilang terkubur!

Keluarga Ompu Tuan Soripada amat terkejut mendengar calon menantunya hilang terkubur dan menuntut agar Keluarga Tuan Batara Guru memberikan putri ke-2 nya, Siboru Deak Parujar untuk Siraja Enda Enda.

Sama seperti Siboru Sorbajati, ia menolak keras. "Sorry ya, apa lagi saya," katanya.

Namun karena didesak terus, ia akhirnya mengalah tetapi syaratnya orang tuanya harus menggelar "gondang" semalam suntuk karena ia ingin "manortor" juga. Sama dengan kakaknya, menjelang matahari terbit tortornya mulai aneh dan mendadak ia melompat ke halaman dan menghilang ke arah laut di benua tengah (Banua Tonga).

Di tengah laut ia digigit lumba-lumba dan binatang laut lainnya dan ketika burung layang-layang lewat, ia minta bantuan diberikan tanah untuk tempat berpijak.

Sayangnya, tanah yang dibawa burung layang-layang hancur karena digoncang NAGA PADOHA.

Siboru Deak Parujar menemui Naga Padoha agar tidak menggoncang Banua Tonga.

"OK," katanya. "Sebenarnya aku tidak sengaja, kakiku rematik. Tolonglah sembuhkan."

Siboru Deak Parujar berhasil menyembuhkan dan kepada Mulajadi Na Bolon dia meminta alat pemasung untuk memasung Naga Padoha agar tidak mengganggu. Naga Padoha berhasil dipasung hingga ditimbun dengan tanah dan terbenam ke benua tengah (Banua Toru). Bila terjadi gempa, itu pertanda Naga Padoha sedang meronta di bawah sana.

Alkisah, Mulajadi Na Bolon menyuruh Siboru Deak Parujar kembali ke Benua Atas.

Karena lebih senang tinggal di Banua Tonga (bumi), Mulajadi Na Bolon mengutus RAJA ODAP ODAP untuk menjadi suaminya dan mereka tinggal di SIANJUR MULA MULA di kaki gunung Pusuk Buhit.

Dari perkawinan mereka lahir 2 anak kembar : RAJA IHAT MANISIA (laki-laki) dan BORU ITAM MANISIA (perempuan).

Tidak dijelaskan Raja Ihat Manisia kawin dengan siapa, ia mempunyai 3 anak laki laki : RAJA MIOK MIOK, PATUNDAL NA BEGU dan AJI LAPAS LAPAS. Raja Miok Miok tinggal di Sianjur Mula Mula, karena 2 saudaranya pergi merantau karena mereka berselisih paham.

Raja Miok Miok mempunyai anak laki-laki bernama ENGBANUA, dan 3 cucu dari Engbanua yaitu : RAJA UJUNG, RAJA BONANG BONANG dan RAJA JAU. Konon Raja Ujung menjadi leluhur orang Aceh dan Raja Jau menjadi leluhur orang Nias. Sedangkan Raja Bonang Bonang (anak ke-2) memiliki anak bernama RAJA TANTAN DEBATA, dan anak dari Tantan Debata inilah disebut SI RAJA BATAK, YANG MENJADI LELUHUR ORANG BATAK DAN BERDIAM DI SIANJUR MULA MULA DI KAKI GUNUNG PUSUK BUHIT!

Simamora Debataraja